Nuzulul Quran
Nuzululquran (terkadang juga dituliskan sebagai Nuzulul Qur'an atau Nuzul Alquran) yang secara harfiah berarti turunnya Al-Qur'an (kitab suci agama Islam) adalah istilah yang merujuk kepada peristiwa penting penurunan “Al-Qur’an" secara keseluruhan dari lauhulmahfuz ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Lalu, diturunkan berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat Jibril sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari.”(HR. Thobari, An Nasai dalam Sunanul Kubro, Al Hakim)" dalam Mustadroknya, Al Baihaqi dalam Dalailun Nubuwwah. Hadits ini disahihkan oleh Al Hakim dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Ibnu Hajar pun menyetujui sebagaimana dalam "Al Fath", 4: 9).
Teori di diturunkannya Al-Qur'an sebagai berikut :
Teori pertama, pada malam Lailatulqadar, al-Qur'an — dalam jumlah dan bentuk yang utuh dan komplet — diturunkan ke langit dunia [sama’ al-dunnya]. Setelah itu, dari langit dunia, Al-Qur'an diturunkan ke bumi secara bertahap sesuai kebutuhan selama 20/23/25 tahun.
Teori kedua, Al-Qur'an diturunkan ke langit dunia selama 20 malam Lailatulqadar dalam 20 tahun [Lailatulqadar hanya turun sekali dalam setahun]. Setelah itu dibacakan kepada Nabi Muhammad saw. sesuai kebutuhan.
Teori ketiga, Al-Qur'an turun pertama kali pada malam Lailatulqadar. Selanjutnya, Al-Qur'an diturunkan ke bumi secara bertahap dalam waktu berbeda-beda.
Teori pertama paling masyhur [populer] dan didukung banyak ulama. Teori ini diperkuat banyak hadis sahih. Teori kedua dipelopori oleh al-Muqatil dan Abu Abdillah al-Halimi dalam kitab Minhaj. Juga al-Mawardi dalam tafsirnya. Teori ketiga dikemukakan oleh al-Sya’bi dkk
Semua teori sepakat Al-Qur'an “diturunkan” [munazzal] pada malam Lailatulqadar. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat, apakah ia diturunkan sekali dalam Lailatulqadar atau lebih. Masing-masing ulama juga berbeda pendapat soal apa makna “al-inzal” dan bagaimana proses “al-inzal” berlangsung.
Yang bertama mengatakan, “al-inzal” adalah “al-idzhar”, yaitu ”melahirkan”, “menjelaskan”, menghadirkan”, atau “memperlihatkan”. Jadi, posisinya tidak harus dari ketinggian [langit] menuju tempat rendah [bumi] seperti terkandung pada kata “nazala”.
Pendapat kedua, Allah Swt. memberikan pemahaman kepada malaikat Jibril yang ketika itu berada di langit. Kemudian, Jibril turun ke bumi menyampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, pilihan katanya adalah “nazala”.
Lantas, bagaimana proses komunikasi antara Jibril dan Nabi Muhammad SAW berlangsung? Mengingat keduanya bukan dari jenis makhluk yang sama. Para ulama memberikan dua kemungkinan: Jibril beralih rupa menjadi manusia, atau sebaliknya.
Pertanyaan selanjutnya, “Al-Qur'an” seperti apakah yang diturunkan kepada Jibril dan dibacakan kepada Nabi Muhammad SAW? Ada tiga teori.
Pertama, Al-Qur'an diturunkan kepada Jibril lafdzan wa ma’nan [kata dan maknanya secara sekaligus]. Penjelasannya begini, Jibril menghafal Al-Qur'an yang tertulis dalam lauhulmahfuz [tablet yang terjaga], kemudian dibacakan ulang kepada Nabi Muhammad saw.
Menurut teori ini, ukuran setiap huruf di lauhulmahfuz sebesar gunung Qaf. Di bawah huruf-huruf itu ada maknanya masing-masing yang hanya diketahui Allah Swt.
Kedua, Jibril membacakan Al-Qur'an kepada Nabi Muhammad saw. menggunakan makna khusus. Selanjutnya, Nabi Muhammad saw. menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab.
Ketiga, Jibril hanya menyampaikan “makna” Al-Qur'an. Agar Al-Qur'an dipahami audiensinya, Nabi Muhammad saw. “membungkusnya” dengan bahasa Arab.