Peperangan di Masa Rasulullah(bagian 7)
menganjurkan penganutnya untuk menyimak dan menyeleksi perkataan, pendapat, dan tradisi-tradisi yang ada untuk kemudian menerima atau mengambil yang terbaik di antaranya. “Sampaikanlah berita-benita ini kepada hamba-hambaKu. Yang mendengar keterangan, lalu mengikuti yang terbaik di antananya.” (QS. Az-Zumar: 17-18)
Apa yang telah dicontohkan secara langsung oleh Rasulullah itu seringkali dilupakan umat Islam sekarang, padahal itu merupakan suatu prinsip yang tidak kecil artinya. Kaum Muslimin dewasa ini sering enggan mencontoh perbaikan-perbaikan yang telah berhasil dicapai oleh bangsa-bangsa di luar Islam, padahal mereka sendiri sangat membutuhkannya. Mereka kerap kali menutup mata dari perbaikan-perbaikan itu, apalagi jika yang ditiru itu berasal dan kebangkitan Eropa. Akibatnya kaum Muslimin kalah dan mundur, di bawah kemenangan dan kemajuan umat-umat lain.
Ketujuh belas
Wasiat-wasiat Rasulullah kepada pasukan yang akan diberangkatkan ke Perang Mu’tah memperlihatkan secara jelas watak penuh kasih sayang dalam ajaran perang menurut Islam. Rasulullah tidak memperkenankan pasukannya memerangi orang yang tidak memerangi atau melawan, tidak membenarkan cara-cara “main sikat” dan “hantam kromo” kecuali jika amat terpaksa. Hal ini ternyata membudaya di kalangan umat Islam di setiap masa, sehingga mereka dikenal sebagai tentara-tentara yang sangat luhur akhlaknya, cinta persudaraan dan perdamaian. Ajaran perangnya merupakan doktrin yang paling berbelas kasih sepanjang sejarah umat manusia. Sejarah mencatat etika perang kaum Muslimin ini dengan tinta emas di atas kertas putih, sementara umat lain dicatat dengan tinta merah di atas kertas hitam.
Masihkah ada orang yang tidak kenal kebiadaban tentara-tentara Salib (Kristen) dan pemimpin-pemimpin sewaktu mereka menaklukkan masyarakat dan negeri-negeri Islam zaman dahulu, seperti Tarablis, Ma’ra, dan lain-lain?
Kita telah menyaksikan kemunafikan bangsa-bangsa Eropa di Barat dan kebiadaban orang-orang Yahudi di Timur. Bangsa-bangsa eropa itu telah mengelabui manusia dengan propaganda-propaganda kosong. Begitu lantangnya mereka mencanangkan kebudayaan yang berprikemanusiaan, cinta kasih, dan cinta kebaikan, tetapi mereka jugalah yang menyerbu negeri-negeri lain dan menumpahkan darah orang-orang yang tidak melawan dan tidak memeranginya.
Begitu pula orang-orang Yahudi. Seluruh dunia ini sudah tahu bagaimana mereka telah berbuat sangat biadab terhadap lawan-lawannya di Palestina, baik yang tinggal di desa-desa maupun di kota-kota. Sungguhpun begitu, masih juga mereka mengatakan dan menganggap dirinya sebagai bangsa yang menjunjung tinggi perikemanusiaan. Mereka masih juga mengajak bangsa-bangsa lain untuk berperikemanusaian.
Sementara umat Islam selalu berbuat untuk perikemanusiaan, tanpa banyak gembar-gembor seperti bangsa-bangsa tersebut. Sikap kaum Muslimin itu dimungkinkan karena dalam dirinya terpendam prinsip-prinsip moral, baik dalam situasi damai maupun dalam situasi perang. Bangsa-bangsa yang munafik itu tidaklah memiliki kekuatan, kecuali dalam kemunafikan itu sendiri. Sedangkan kekuatan Islam terletak dalam sifat kasih sayangnya yang ditegakkan di atas keimanan kepada Allah swt. dan Hari Akhirat. Inilah sebabnya perang dalam Islam bertujuan kemanusiaan, sedangkan dalam ajaran lain, perang bertujuan penaklukan, pemerasan, dan penjajahan. Oleh karena itu agaknya merekalah yang merupakan penentang dan musuh kemanusiaan.
Sekarang kita sebagai kaum Muslimin sedang terlibat dalam peperangan melawan orang-orang munafik itu, demi membela tanah air, hak dan kehormatan Islam. Walaupun lawan yang dihadapi itu adalah orang-orang yang anti perikemanusiaan, namun tidak selayaknya kita bergeser dan prinsip yang dimiliki dan dicontohkan oleh Rasulullah saw. Sebab jika kita ikut-ikutan seperti mereka itu, berarti kita menderita dua kerugian. Rugi karena lari dari pninsip semula dan rugi karena masih harus melawan musuh-musuh tersebut.
Kedelapan belas
Suatu pasukan yang tidak kompak tentu tidak dapat mengungguli musuh, sebagaimana terjadi dalam Perang Hunain. Begitu juga dalam dakwah, kesuksesannya tidak tergangung kepada pidato-pidato yang menggebu-gebu, melainkan kepada banyak sedikitnya orang yang bersedia berjibaku untuk itu.
Kesembilan belas
Ada pelajaran tertentu yang harus diserap dari peperangan dan pertentangan antana Nabi saw. dengan kaum Yahudi, yaitu yang menyangkut sikap beliau terhadap mereka dan sikap mereka terhadap Nabi dan ajaran-ajarannya.
Sejak hijrah di Madinah, Rasulullah saw. secara bersungguh-sungguh telah membangun hubungan damai dengan kaum Yahudi. Beliau sangat berkepentingan untuk membiarkan bebas (mendeka) beragama dan menjamin keamanan harta bendanya. Maksud-maksud baik itu tertuang dalam piagam perdamaian yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Akan tetapi tidak berapa lama kaum Yahudi itu mulai mengadakan aksi percobaan pembunuhan atas diri Nabi saw., hal itu telah menyebabkan terjadinya perang terhadap Bani Quraizah.
Kemudian mereka menyatakan tidak mau terikat lagi kepada perjanjian damai, persis pada saat Perang Ahzab, hal mana telah menyebabkan pecahnya perang Bani Quraizah. Tidak hanya berhenti di situ, mereka mempersiapkan diri untuk memerangi kaum Muslimin di Madinah. Dirangkulnya kabilah-kabilah yang memusuhi Islam dan disebarkannya propaganda anti Islam. Tindakan inilah yang menyebabkan meletusnya Perang Khaibar.
Tampaknya kaum Yahudi ini tidak menghargai kebaikan, tidak bisa dipercaya, dan selalu ingin membuat keonaran. Bagaimanakah sikap Nabi saw. dan kaum Muslimin terhadap mereka ini, yang notabene ingin menyudutkan dan menyulitkan umat Islam? Pertanyaan ini perlu ditelusuri jawabannya. Kebaikan pergaulan Nabi serta kaum Muslimin dengan umat Yahudi itu tidak menjadi halangan untuk membangun dan mempertahankan negara yang masih berusia muda (negana Islam) dan bagi penyiaran agama Islam ke seluruh anak benua Arab, bahkan ke seluruh penjuru dunia pada umumnya. Akan tetapi dibalik itu semua, ternyata hanya orang-orang Yahudi atau kelompok-kelompok ekstrimis atau imperialis sajalah yang justru tidak senang kepada Nabi dan kaum Muslimin, walaupun telah berbaik-baik kepada mereka. Oleh karena itu barangkali tidak keliru jika dikatakan, sejarah kaum Yahudi ini tersusun dari kejahatan demi kejahatan, pengkhianatan demi pengkhianatan, dan keonaran demi keonaran, sejak dahulu hingga sekarang.
Sebelum pecahnya perang Palestina dan sebelum orang-orang Yahudi menduduki negeri itu, terdengarlah ajakan sementara orang yang dengan mulut manis mengajak bekerja sama dengan kaum Yahudi. Berbagai upaya telah pula dilakukannya untuk memisahkan kaum Yahudi ini dari pengaruh negara-negara superpower. Akan tetapi setelah terjadi peperangan dan pendudukan oleh Israel, lenyaplah semua rayuan gombal tersebut. Belajar dari pengalaman itu agaknya tidak ada jalan lain bagi kaum Muslimin dalam menghadapi orang-orang Yahudi, kecuali kembali menempuh cara-cara sebagaimana yang ditempuh oleh Rasulullah dahulu, guna mewujudkan stabilitas yang memungkinkan kita memainkan peranan baru dalam rangka mengemban misi Islam dan menciptakan perdamaian semesta. Barangkali inilah amanat yang harus diwariskan kepada generasi berikut, dengan harapan semoga mereka mampu melakukan hal-hal yang belum lagi dilakukan oleh generasi yang lalu.
Kedua puluh
Perang Mu’tah yang merupakan konflik pertama antara kaum Muslimin dengan kekaisaran Romawi, tidak akan terjadi kalau saja tidak terjadi peristiwa pembunuhan atas seorang utusan Rasulullah saw. yang ditugaskan menemui Gubernur Bashra yang memerintah atas nama Kerajaan Romawi.
Tindakan pembunuhan dimaksud merupakan tindakan permusuhan dan tidak mau bertetangga baik, dilihat dari segi perundang-undangan internasional, serta menunjukkan i’tikad buruk para Gubernur Romawi yang berada di wilayah Arab. Sasaran Nabi saw. dengan pengiriman pasukan ke Mu’tah, tidak lain kecuali untuk memperingatkan penguasa-penguasa Romawi itu agar tidak mengambil sikap bermusuhan dengan negara Islam Madinah.
Akantetapi dipersiapkannya tidak kurang dari 200.000 orang tentara oleh pihak Romawi, yang terdiri dan bangsa Romawi dan orang-orang Arab Nasrani. Meneka telah memusatkan komandonya di Kota Maab, dekat Omman (sekarang), adalah tidak lain kecuali untuk menunjukkan adanya keinginan mereka menghapus negara Islam Madinah dari peta dunia. Rupanya mereka tidak senang dengan berdirinya suatu negara berdaulat yang merdeka dan menguasai benua Arab. Sebab jika negara baru itu sempat besar, tentulah akan menjadi penghalang yang dapat memutus dan mengakhiri penjajahan Romawi di negeri-negeni Arab.
Dengan demikian beralasan jika Nabi saw. mengerahkan pasukannya untuk melawan pasukan Romawi, sehingga Perang Mu’tah terjadi.
Kedua puluh satu
Dalam rangka Perang Tabuk, terlihat bukti-bukti nyata betapa besarnya dorongan iman yang sungguh-sungguh dalam kalbu sahabat-sahabat Nabi, sehingga mereka senantiasa bersemangat untuk berkorban demi kepentingan agama dan masyarakat Islam. Karena dorongan iman itulah mereka bersedia mengorbankan harta kekayaan yang tidak sedikit jumlahnya. Mereka sanggup menghadapi peperangan besar dalam keadaaan paceklik dan cuaca yang sangat panas. Hal semacam itu tidak akan disanggupi, kecuali orang-orang yang benar-benar tulus ikhlas demi Allah dan demi keridhaan-Nya.
Kedua puluh dua
Betapa banyak pelajaran yang seharusnya kita petik dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam peperangan Nabi saw. menaklukkan kota Makkah, sehingga tidak mungkin uraikan satu per satu di ini. Yang terpenting di antaranya ialah mengenai sifat-sifat Rasul yang sedikitpun tidak menaruh benci kepada orang-orang yang justru memusuhinya bertahun-tahun lamanya, tidak kurang dari 21 tahun. Selama masa itu kaum Musyrikin Makkah tidak henti-hentinya berdaya upaya untuk membunuh Rasulullah, sahabat-sahabatnya, dan merintangi dakwah Islamiyah.
Setelah pusat keberhalaan (kota Makkah) ditaklukkan, beliau memaafkan dosa-dosa mereka. Membebaskannya dari segala bentuk balas dendam dan mengajak mereka ke jalan Allah. Di sini nyata benar bagaimana besarnya jiwa beliau, sebagai seorang dai yang tiada mengharapkan kekuasaan dan pangkat. Memang Allah mengutusnya kepada seluruh manusia bukan untuk itu, melainkan untuk menjadi pemberi petunjuk dan pembuka akal pikiran.
Kedua puluh tiga
Perilaku Rasulullah saw. terhadap penduduk kota Makkah menunjukkan beliau paham persis peran yang akan dimainkan mereka di kemudian hari, yakni sebagai pembawa misi Islam ke seluruh dunia. Tidak ada pembunuhan dan balas dendam, melainkan sebaliknya tokoh-tokoh Musyrikin itu masuk ke dalam agama Islam untuk selanjutnya disebarluaskan kepada semua lapisan masyarakat. Tindakan Nabi saw. terhadap penduduk Kota Makkah tersebut adalah juga menunjukkan kepercayaan kepada mereka untuk menjadi pahlawan.